PUASA ITU SEHAT DAN MENCERDASKAN

PUASA ITU SEHAT DAN MENCERDASKAN

.: Home > Artikel > PDM

13 Mei 2016 23:24 WIB
Dibaca: 74
Penulis : Fathin Hammam (FaHam)
(sumber: www.muhammadiyah.or.id)

           Tanpa dirasa tamu mulia, bulan suci Ramadhan 1437 H, tidak lama lagi akan tiba kembali di tengah kehidupan kita. ” Marhaban ya Ramadhan” berarti kita mengucapkan Selamat datang Ramadhan dan kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan merasa menderita. karena dibulan ramadhan kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh dengan puasa guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt. Konon banyak tokoh dunia yang mencari kekuatan mental serta kesempurnaan moral dengan melakukan puasa. Mahatma Gandhi, tokoh legendaris India dalam bidang politik maupun spiritual, sengaja berpuasa selama 21 hari demi mencapai tujuan perjuangannya bagi perdamaianIndia. Bung Karno dalam kegigihan dan heroismenya, disebut sering berpuasa, terutama pada saat-saat kritis melawan penjajah Belanda maupun Jepang Ibadah puasa setiap bulan Ramadhan, seperti yang hendak ditunaikan umat Islam pada bulan Ramadhan ini pun tidak hanya mengandung manfaat rohani tapi juga bagi peningkatan kecerdasan dan kesehatan.

           Namun semangat “marhaban” yang penuh dengan kegembiraan dalam menyambut datangnya Ramadhan tidak secara otomatis akan dirasakan oleh semua orang. terutama bagi mereka yang belum merasa terpanggil atau masih dalam kategori ragu dan belum percaya akan manfaat dan keutamaan puasa di bulan ramadhan, mereka akan merasa berat, terbebani dan kehilangan kebebasan, Karena bagi mereka yang terpikir dalam hidupnya hanyalah naluri perut yang selalu menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga akan sangat kewalahan untuk mengekang dua naluri ini bila harus puasa selama sebulan. Mereka pikir, menahan lapar dan dahaga di siang hari akan membahayakan terhadap kesehatan. Padahal, pengalaman dari dulu menunjukkan bahwa tidak ada orang yang mati atau jatuh sakit yang berat akibat berpuasa di bulan Ramadhan.

               Sedang untuk mereka yang benar-benar sakit, dari sejak awal Allah sudah mengizinkan mereka untuk tidak berpuasa, dan dibolehkan menggantinya dengan membayar fidyah. Tetapi untuk orang yang sehari-hari sehat, menunda makan minum selama dua belas jam bukanlah hal yang akan membahayakan kesehatannya karena daya tahan manusia terhadap tidak adanya makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya cukup besar. Manusia dalam kondisi sehat dapat bertahan hidup selama dua minggu, meskipun tanpa makanan sama sekali, asal tetap minum air. Sedangkan jika selain tidak makan juga tidak minum sama sekali, ia dapat bertahan selama seminggu. Kalau hanya menahan makan dan minum selama dua belas jam saja, pengaruh buruknya terhadap kesehatan praktis tidak ada sama sekali.

           Ekses Modernisasi Kemajuan pesat di bidang sains dan teknologi selama ini memang patut disyukuri. Namun, jangan lupa, sudah sering diingatkan oleh para ahli sosiologi bahwa modernisasi -di mana saja dan kapan saja- menimbulkan the agony of modernization. Derita sebagai dampak modernisasi ini dialami oleh hampir semua orang dalam kadar yang bervariasi. Yang paling sial adalah mereka yang belum dapat beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat, sekaligus tidak mengamalkan ajaran agamanya. Ekses-ekses dari modernisasi sebenarnya sudah disinyalir pakar kedokteran jiwa sebagai biang penyebab penyakit psikosomatis, lantaran kehidupan modern tak jarang menimbulkan stres yang tak terkontrol. Tapi tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan modern ini, ternyata bukan hanya penyakit fisik dan mental, tetapi juga sekaligus penyakit sosial. Bagaimana tidak? Gaya hidup individualistis dan kesenjangan sosial sebagai ekses modernisasi kini kian tajam. Tak diragukan lagi bahwa penyakit sosial berakar dari kondisi kesehatan masing-masing orang. Dampak modernisasi dengan segala eksesnya di segala bidang kian terasa, khususnya terhadap kesehatan individu dan sosial. Seperti kita ketahui, masalah kesehatan berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya manusia. Sebab itu, ekses-ekses yang biasa timbul sebagai akibat sampingan dari kehidupan modern perlu kita tekan sekecil mungkin dengan berbagai cara yang lebih berdaya guna. Oleh karena itu, status kesehatan seseorang menurut WHO tidak hanya meliputi kesehatan fisik, mental, social tapi juga ditambah aspek spiritual. Puasa Itu Sehat Penelitian medis terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadan pernah dilakukan oleh Muazzam dan Khaleque dan dilaporkan dalam majalah Journal of Tropical Medicine pada 1959. Juga oleh Chassain dan Hubert, yang dilaporkan dalam Journal of Physiology pada 1968. Mereka menemukan bahwa tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadan. Kadar gula darah memang menurun lebih rendah daripada biasanya pada saat-saat menjelang magrib, tetapi tidak sampai membahayakan kesehatan. Kadar asam lambung akan meningkat pada saat menjelang magrib di hari-hari pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal. Barangkali itu pula sebabnya puasa diwajibkan hanya kira-kira 12 jam saja. Ketika pengaruh menahan lapar dan dahaga selama 12 jam di siang hari tidak berpengaruh terhadap kesehatan, yang sebenarnya lebih besar manfaatnya bagi kesehatan dalam berpuasa sebenarnya adalah justru niat dan kemauan untuk menahan nafsu. menurut ahli medis dan ahli jiwa, sebagian besar penyakit yang diderita manusia sebenarnya berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri.

               Dari penyakit infeksi, muntaber, sampai ke penyakit jantung, penyakit akibat stres, bahkan beberapa jenis kanker erat kaitannya dengan perilaku tidak sehat manusia. Contoh yang paling jelas tentang hubungan perilaku dengan penyakit adalah penyakit muntaber (akibat tidak menjaga kebersihan makanan dan lingkungan), dan penyakit kelamin (akibat “membeli” penyakit dari pelacur). Akal halnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan penyakit-penyakit akibat stres (termasuk sakit lambung), itu semua sangat erat kaitannya dengan ketidakmampuan menahan diri. Tidak mampu menahan diri ketika melihat pesaing lebih maju, tidak mampu menahan amarah, dan tidak mampu menahan diri untuk bersabar. Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang dipendam maupun dinyatakan, sedang “panas hati” oleh sebab apa pun, atau sedang dilanda rasa tidak sabar, akan meningkat kadar hormon katekholamin dalam darahnya. Hormon katekholamin ini akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan menaikkan tekanan darah. Semua itu, jika dibiarkan berlangsung lama, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses ketuaan. Ingat akan puasa ketika hendak marah, ketika tidak sabar, atau ketika panas hati, akan mematalkan terjadinya peningkatan kadar hormon kelompok katekholamin dalam darah. Efek inilah yang sebenarnya lebih besar pengaruhnya terhadap kesehatan dalam pengertian yang positif, karena ia akan menghindarkan seseorang dari efek buruk akibat kadar hormon kelompok katekholamin yang mingkat secara berlebihan ketika orang marah, kesal, panas hati, dan tidak sabar. Puasa sebenarnya mengandung pesan agar orang menghindari perilaku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong oleh emosi. Hanya dengan demikian puasa akan memberi manfaat yang besar terhadap kesehatan dan membantu memperpanjang harapan hidup. Karena berpuasa secara teratur mampu mengendalikan stres, maka tak heran jika terapi puasa ini berkembang peminatnya dan cukup populer di Eropa dan Amerika Serikat, karena berbagai penyakit berat akibat pengaruh stres berkepanjangan bisa dicekal atau dipercepat proses penyembuhannya di samping upaya medis. Di klinik dekat Pyrmont, Jerman, dr. Otto Buchinger dan kawan-kawan telah banyak menyembuhkan pasien dengan terapi puasa. Penyembuhan meliputi penyakit fisik dan kejiwaan, sehingga bisa dikatakan sebagai psiko-fisio terapi. Setelah para pasien dirawat secara medis selama sekitar 2-4 minggu dan berdisiplin puasa, ternyata mereka lebih cepat sehat dan segar kembali baik fisik maupun mentalnya. Juga lebih bergairah hidup. Berbagai penyakit, antara lain penyakit kardiovaskuler, ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag dan insomania, juga dapat disembuhkan.

                Dr. Yuli Nekolar dari Moscow Institute of Psychiatry pun melaporkan hasil risetnya bahwa upaya penyembuhan secara medis yang disertai dengan terapi puasa hasilnya lebih baik dan lebih cepat. Hal ini juga telah dibuktikan kehandalannya oleh para pasien yang menjalani terapi puasa itu di sejumlah klinik Health Spa di Amerika. Meski cara berpuasa di klinik itu tak persis sama dengan praktek puasa Ramadhan, tapi dasar fisiologi dan biokimia yang terjadi dalam tubuh pada prinsipnya sama.

MEMBUAT CERDAS

        Disisi lain, ibadah puasa di Ramadhan juga akan membuat pemilikan kecerdasan emosional dan spiritual demikian tinggi. Kita akan mampu menajamkan makna spiritualitas kita saat mampu menjadikan Ramadan sebagai wilayah God spot dengan nuansa rabani yang kental. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual (SQ) ini? Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau nilai. Yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk melihat bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. Kecerdasan spiritual adalah fondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita (Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Spiritual Intelligence, Bloomsbury, Great Britain). Ramadan akan menciptakan sebuah ‘ruang hangat’ bahwa kita bukan hanya mampu meningkatkan kecerdasan emosional namun pada saat yang sama kita akan mampu menggenjot kecerdasan spiritual. Kita akan menjadi hamba yang merasa sangat membutuhkan Tuhan. Kita akan merasakan betapa keagungan Tuhan demikian tak terhingganya. Malam-malam kita akan bertaburan tasbih, tahmid, dan tahlil yang menggema di relung-relung kesepian malam. Mulut kita akan selalu basah dengan zikir-zikir dan tilawah Quran. Muka kita akan tertunduk sujud di hadapan kebesaran Allah. Kita akan merasa kecil di hadapan kebesaran-Nya dan kita akan terus mendekat (taqarrub) pada-Nya. Kita berusaha mengadopsi akhlak-akhlak-Nya, kita berusaha meniru sifat-sifat-Nya. Agar kita menjadi demikian peka dan cerdas menyikapi hidup ini, agar kita demikian jernih menatap kehidupan ini. Kehidupan yang sebenarnya merupakan ladang amal untuk akhirat. Ramadan akan memberikan kita sikap God-sentristik yakni kemampuan kita untuk menjadikan semua persoalan berpangkal dan berujung pada Tuhan. Karena Tuhanlah kita melakukan sesuatu dan untuk Tuhanlah kita lakukan sesuatu itu. Membingkai pikiran kita, kalbu, dan pekerjaan kita dengan God-sentristik ini akan memantapkan langkah kita untuk mencapai nilai-nilai spiritual. Dari diri kita akan lahir keikhlasan dan terkubur rasa pamrih. Dari diri kita akan lahir kerendahan hati dan terkubur rasa takabur, congkak, dan pongah. Dari diri kita akan lahir rasa syukur dan akan terkubur rasa kufur dan ingkar. Dari diri kita akan lahir optimisme dan akan terkubur pesimisme. Dari diri kita akan muncul sifat adil dan terkubur rasa sifat zalim. Intinya, dengan kecerdasan spiritual yang mampu kita bangun, maka kita akan menjadi kosmik kecil dari sifat-sifat Allah yang Maha segalanya. Kecerdasan spiritual ini menjadikan kita benar-benar akan memancarkan nilai-nilai rabani di dalam diri kita. Dengan puasa kita akan senantiasa mampu menjernihkan dinding-dinding hati kita yang kotor dan kemudian membersitkan kecerdasan spiritual.

MELATIH KESEIMBANGAN

Dalam tinjauan yang lebih luas, Puasa Ramadhan juga hakekatnya adalah melatih dan mengajari naluri (instink) manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah seputar perut (makan,minum dan seks) Dalam sejarah manusia banyak orang yang jatuh kehormatan dan harga dirinya karena tidak mempu mengendalikan nafsu yang selalu menggodanya terutama nafsu serakah terhadap Tiga Ta (Harta, Tahta dan Wanita). Di dunia ini setidaknya terdapat dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientsi pada materi saja (dunia oriented), dan falsafah spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja. Orang-orang yang berorientasi materi – terdiri dari orang-orang atheis, kapitalis,komunis dan animisme dan berhalaisme – mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan kendali nalurinya dan tak pernah puas. Bila terpenuhi satu keinginannya, timbul keinginan baru begitu seterusnya. Syahwat manusia bila sudah terbakar maka akan merembet dari sedikit ke yang banyak, dari banyak ke yang terbanyak. Allah mengecam orang-orang seperti ini: “Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh angan-angan dan mereka akan mengetahui akibatnya”.(QS Al Hijr 3). Sementara filsafat spiritualisme yang didasarkan pada kerahiban, berpandangan bahwa pengabdian kepada Tuhan harus menekan naluri seks mengikis habis pendorong-pendorongnya dan mematikannya yang juga dibarengi dengan mengurangi makan dan bahkan tidak menikah. Dengan kata lain mereka masuk dalam kancah peperangan melawan jasad manusiawinya. Agama Islam adalah agama yang seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asal dalam lingkup keutamaan, ketaatan, kehormatan. Ia membolehkan manusia untuk makan dengan catatan dalam batas kewajaran dan kehormatan. “Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan tidak dibarengi kesombongan”.(HR Bukhari) Islam menyeimbangkan antara ruhani dan jasmani. Islam memperhatikan kehidupan untuk kebahagian dunia dan akherat,

           Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat derajatnya, ia mensucikan fisiknya dengan mandi dan berwudlu, mensucikan jiwanya denga ruku’ dan sujud. Islam adalah jasmani dan ruhani, dunia dan akherat,sesuai dengan filsafat puasa. Nilai manusia tidak terletak pada jasadnya, akan tetapi terletak pada ruhani yang menggerakkannya. Kerena ruhani inilah, Allah memerintahkan pada malaikatnya untuk hormat kepada manusia, karena ruhani datangnya dari Allah swt. Firman Allah:”Ingatlah diwaktu Tuhanmu berkata kepada para malaikat: “Aku menciptakan manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnakan aku tiupkan kedalamnya ruh-Ku, maka hormatlah kalian kepadanya”.(QS Shad 71-72) Secara singkat,Puasa Ramadhan sebagaimana Rasulullah jelaskan akan dapat mengangkat derajat pelakunya menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, akhlaq mulia dan perilaku yang indah ditengah-tengah masyarakat. “Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidak berbicara buruk dan aib. dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka berkatalah,’Aku sedang berpuasa'”.(HR.Bukhori). Kehadiran Ramadhan dan kewajiban puasa bagi kita yang sudah dewasa, sebenarnya sudah berkali-kali kita jalani, idealnya kita sekarang sudah menjadi manusia yang bersih dan semakin dekat dengan Allah SWT, namun ternyata realitas mengatakan bahwa kita adalah manusia biasa, makhluk yang penuh dengan kekurangan dan kelemahan. Disadari atau tidak kita adalah makhluk yang banyak melakukan kealpaan,kekhilafan,dan sering mengalami fluktuatif (naik turunnya) keimanan. Karena itu Allah yang Maha Mengetahui, selalu memberikan tadzkirah (pengingatan) kepada makhluk-Nya, salah satu bentuk pengingatan Allah SWt adalah melalui momentum Ramadhan. Dengan momentum ramadhan inilah waktu yang tepat untuk kita semua untuk bertobat, membersihkan dan memperbaiki diri sekaligus berlomba-lomba untuk menanam “investasi” sebagai bekal di akherat. Waallahu a’lam bishowab.

Avatar photo

Miftahul Adnan